Uji
kualitas media merupakan satu-satunya upaya dalam penjaminan mutu media atau
hasil (output). Jaminan mutu atau kualitas adalah seluruh
rangkaian kegiatan laboratorium untuk meyakinkan hasil-hasil yang dikeluarkan
dengan mempertimbangkan segi-segi reabilitas, kecepatan, biaya dan relevansinya
terhadap klinis serta lingkungan. Sebagai komponen penting dalam pelayanan
kesehatan, hasil laboratorium digunakan untuk penetapan diagnosis, pemberian
pengobatan, serta penentuan prognosis. Oleh karena itu hasil pemeriksaan
laboratorium harus selalu terjamin mutunya.
Masalah
kualitas pada bidang kimia klinik agak lebih sederhana dibanding bidang
mikrobiologi. Karena kualitas hasil akhir dapat diukur dengan parameter secara
obyektif terutama akurasi dan presisi, dimana kedua-duanya dapat dipertanggung
jawabkan, serta penilaian berupa angka atau statistik.
Mikrobiologi
merupakan suatu cabang ilmu yang kurang kuantitatif sehingga pengertian
kualitas hasil akhir lebih ditekankan kepada kesempurnaan teknis. Untuk
mencapai, menjaga, melakukan perbaikan berkesinambungan dan meningkatkan
kualitas hasil akhir, mutlak perlu dilaksanakan pemantapan mutu (Quality
Assurance) yang mencakup komponen: Pemantapan Mutu Internal, Pemantapan
Mutu Eksternal, Akreditasi, Audit, Validasi Hasil, Diklat Berkelanjutan.
Pelaksanaan
pemantapan mutu bidang mikrobiologi merupakan manajemen pengendalian mutu
laboratorium mikrobiologi mencakup: Pengendalian mutu tahap pra analitik,
Pengendalian mutu tahap analitik dan Pengendalian mutu tahap pasca analitik.
Kualitas pemeriksaan bidang mikrobiologi sangat bergantung kepada kualitas
media yang dipakai.
Media
kultur dapat disediakan baik dalam bentuk base (dasar) kering secara
komersial, dari racikan bahan-bahan baku yang berbeda atau dari media yang siap
pakai yang dikemas dalam tabung dan cawan plastik. Walaupun media siap pakai
ini masih diperdebatkan penggunaannya, kebanyakan ahli sangat setuju terutama
dalam bentuk cairan karena lebih efisien dan ekonomis.
Perusahaan-perusahaan
komersial yang ternama itu juga mempunyai program quality control
sendiri dan dapat membuat media dengan hasil jauh lebih baik, serta kepekaan
yang lebih tinggi dibanding yang dibuat sendiri oleh laboratorium pemakai. Jika
biaya tenaga kerja meningkat dan waktu yang dibutuhkan untuk quality control
bertambah maka penyediaan media dari ramuan bahan-bahan mentah tidak
dianjurkan. Bakteri seperti mahluk hidup lainnya memerlukan nutrisi untuk
pertumbuhan. Pengetahuan akan nutrisi pertumbuhan ini akan membantu di dalam
mengkultivasi (penanaman), mengisolasi dan mengidentifikasi mikroorganisme.
Mikroorganisme
memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda di dalam persyaratan
pertumbuhannnya. Ada mikroorganisme yang bisa hidup hanya pada media yang
mengandung sulfur dan ada pula yang tidak mampu, dan hal lain seterusnya.
Karakteristik persyaratan pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri atau
mikroorganisme lainnya agar dapat dibiakkan didalam laboratorium memerlukan
media yang memungkinkan tumbuh dan berkembang secara optimal. Oleh karena itu
media pembiakan harus mengandung cukup nutrien untuk pertumbuhan
mikroorganisme, selain suhu dan pH. Meskipun persyaratan nutrien bakteri amat
beragam, namun sebagai mahluk hidup, mereka mempunyai kebutuhan dasar yang
sama, yaitu meliputi air, karbon, energi, mineral. Untuk itu hasil laboratorium
mikrobiologi yang berkualitas tinggi dapat diartikan sebagai suatu laporan yang
sangat membantu dalam pencegahan atau penanggulangan penyakit. Tes laboratorium
yang dikerjakan dengan sempurna diharapkan akan berkualitas tinggi, jika
didukung media dan bahan dasar yang baik pula. Oleh karenanya penulisan panduan
ini memiliki sasaran yaitu standar yang baik pada media.
Diantara ciri-ciri utama sel bakteri yang
dipelajari adalah ukuran, bentuk, susunan dalam kelompok, struktur sel, dan
bagian-bagian lain yang memberi ciri khas bagi pengenalan bakteri tersebut
seperti flagel, kapsul, spora dan sebagainya. Motilitas suatu bakteri juga
merupakan ciri khas bagi pengenalan bakteri. Yang dimaksud dengan gerak ini
adalah sifat atau kemampuan bakteri untuk dapat berpindah tempat dengan
menggunakan salah satu bagian tubuhnya. Jadi bukan gerak yang disebabkan oleh
pengaruh luar, seperti bergetar atau gerak maju mundur yang disebabkan oleh
benda-benda halus yang berada dalam cairan suspensi, sebagai akibat pertumbukan
molekul-molekul cairan dengan bakteri tersebut (gerak semacam ini disebut gerak
Brown). Salah satu bagian tubuh atau organ yang dimaksud adalah flagel. Bakteri
dapat bergerak dengan menggunakan flagel, akan tetapi flagel tidak ditemukan
pada semua jenis bakteri. Oleh karena itu dapat atau tidaknya bakteri bergerak
merupakan salah satu ciri yang dapat digunakan dalam identifikasi
bakteri.
Diantara banyak anggota Protista sekurang-kurangnya
ada empat gerakan berpindah yang dapat dibedakan, yaitu gerak amoeboid, gerak
meluncur, gerak yang disebabkan oleh berputarnya sel berbentuk sawa
(Spirochaetales), dan gerak yang disebabkan adanya gerak seperti mendayung oleh
flagel atau bulu cambuk.
Flagel sebagai alat gerak bakteri adalah suatu organ
berupa benang yang berpangkal dalam sitoplasma (Indrawati, dkk., 2002) atau
flagel adalah semacam untai rambut yang menembus keluar dinding sel dan
menimbulkan gerak berenang (Usman, 1987). Sedangkan menurut Pelczar (1986)
flagelum adalah embel-embel seperti rambut yang teramat tipis mencuat menembus
dinding sel dan bermula dari tubuh dasar, suatu struktur granular tepat di
bawah membran sel di dalam sitoplasma (jamak, flagela). Flagelum inilah yang
menyebabkan motilitas pada sel bakteri.
Flagel tersusun dari tiga atau lebih serat paralel
atau melilit memanjang, terbuat dari protein tipe flagelin yaitu semacam
miosin, lebih halus dari flagel ialah bulu getar (silia) eukarion. Tiap serta
adalah rantai polipeptida berbentuk sawa. Flagel terdiri dari tiga bagian :
1.Tubuh dasar
Bagian dasar flagel berhubungan dengan membran sitoplasma dan dinding sel.
2.Struktur seperti kait
Struktur
ini terdiri dari dua (pada bakteri Gram positif) atai empat (pada bakteri Gram negatif)
bagian berupa cincin yang melekatkan flagel itu pada membra sitoplasma dan
dinding sel. Tersusun dari subunit protein (monomer) yang diatur dalam pola
sawa. Hilangnya dinding sel tidak mengganggu flagel, hanya bila dinding sel
tidak ada, gerak bakteri itu berkurang.
3.Sehelai filamen panjang di luar dinding
sel
Bahan
filamen berbentuk sawa, biasanya beberapa kali lebih panjang dari selnya
sendiri.
Lama benar orang tidak tahu dengan pasti, apakah
flagel itu tumbuh pada dinding sel ataukah mempunyai akar di dalam sitoplasma,
atau mungkinkah flagel itu hanya merupakan kepanjangan protoplasma melalui
celah-celah di dalam dinding sel. Elektron mikroskop menunjukan bahwa flagel
itu benang-benang protoplasma yang berpangkal pada titik-titik tepat di bawah
membran sel; pangkal itu disebut rizoblast (Dwidjeseputro, 1980). Tetapi
menurut Usman (1987), terdapat flagel yang memiliki flagel ekstern.
Tetapi didalam selnya terdapat strukur yang mirip flagel tepat di bawah
pembungkus luar sel, dan dinamakan flagel periplasma, pernah disebut fibril
taksis atau endoflagel. Inilah yang menyebabkan gerak spirokheta, tetapi
bagaimana terlaksananya masih belum jelas diketahui.
Flagel menurut letak dan jumlahnya merupakan salah
satu ciri yang dapat digunakan dalam identifikasi bakteri. Macam-macam letak
flagel:
-monotrik; (monotrich;
monos, tunggal; thrix, rambut) satu flagel pada salah satu ujung sel bakteri.
Contoh bakteri Pseudomonas aeruginosa
-amphitrik; (amphitrich;
amphi, dua-dua) satu flagel pada kedua ujung sel bakteri. Contoh bakteri
Spirillum serpens
-lofotrik; (lophotrich;
lophos, tumbuh berupa segumpal rambut) lebih dari satu flagel pada salah
satu
atau kedua ujung sel bakteri. Contoh Pseudomonas flourescens
-peritrik; (peritrich;
peri, sekitar) flagel keluar dari tiap bagian permukaan sel bakteri. Contoh
bakteri
Salmonella typhii
- atrik; tidak ada flagel, umumnya bakteri
berbentuk kokus.
Karena
ada bukti-bukti bahwa bakteri yang amfitrik itu sebenarnya bakteri yang sedang
atau akan membelah diri, maka timbullah pendapat baru untuk mengadakan dua
klasifikasi saja mengenai kedudukan flagel, yaitu flagel terminal yang terdapat
pada ujung saja seperti Vibrio, Spirillum, dan Pseudomonas,
dan flagel lateral seperti halnya Escherichia coli, Proteus vulgaris
serta pada beberapa Bacillus dan Clostridium yang dapat
bergerak.
Pengecatan
Flagel Metode Gray
Flagel
adalah alat gerak berbentuk cambuk pada sejumlah organisme bersel satu.
Flagel
tersusun atas 3 bagian,yaitu :
Pangkal (basal) merupakan bagian yang
berhubungan dengan membrane plasma
-Hook yang pendek
-Filamen yang menyerupai benang yang
panjangnya sampai beberapa kali melebihi panjang tubuhnya.
Lalu
bagaimana cara mengetahui adanya flagel pada bakteri?
Yaitu
dengan melakukan pengecatan flagel, metode yang digunakan adalah metode
gray
1.Tujuan Pengecatan
: untuk mengetahui adanya flagel pada bakteri
2.Prinsip
: flagel mampu mengikat zat warna karena penggunaan mordant dan berwarna
merah ungu apabila dilakukan pengecatan metode Gray
3.Alat dan
bahan :
·Objek glass
·Pipet tetes steril
·Pembakar spirtus
·Sampel bakteri
·Incubator
·Cat mordant dan carbol fuchsin
·Mikroskop
·Emersi oil
4.Cara
kerja
:
A.Lakukan uji motil lebih dahulu
B.Pembuatan preparat
·Siapkan objek glass yang bersih,kering,bebas
lemak
·Teteskan 1 tetes sampel bakteri di tepi objek
glass menggunakan pipet tetes steril secara aseptis
·Objek glass dimiringkan sehingga tetesan
mengalir keujung yang lain
·Keringkan objek glass dalam incubator suhu 56oC
selama 10 menit
C.Pengecatan
·Genangi preparat dengan larutan mordant
selama 10 menit, buang sisa cat cuci dengan air mengalir
·Genangi dengan carbol fuchsin 5 menit, buang
sisa cat cuci dengan air mengalir
·Kering anginkan
·Amati di bawah mikroskop dengan lensa
objektif 100x + emersi oil (perbesaran 1000x)
5.Hasil
:
6.Kesimpulan
: dalam sampel ditemukan bakteri batang memiliki organelle flagel
peritrik
7.Pembahasan
:
Flagel memungkinkan bakteri bergerak menuju kondisi
lingkungan yang menguntungkan dan menghindar dari lingkungan yang merugikan
bagi kehidupannya.
Pada pengecatan
flagel, sebelum ditetesi carbol fuchsin terlebih dahulu ditetesi/digenangi
mordant.
Fungsi
mordant :
-Untuk mengintensifkan pengikatan cat
-Untuk memperjelas diameter flagel
-Memberi warna yang kontras
Terdiri
dari campuran :
5 cc
larutan jenuh kalium aluin dalam aquades
2 cc
larutan asam tanin 20% dalam aquades
2 cc
HgCl 2 jenuh dalam aquades
0,4 cc
larutan basic fuchsin jenuh dalam alcohol 96%
Berdasarkan
letak dan jumlah flagel bakteri dibedakan :
-Artik (tidak berflagel)
: bakteri coccus
-Monotrik (flagel tunggal di ujung ) : Vibrio
cholera, E.coli
-Lofotrik (satu/seberkas flagel di salah 1
ujung) : Pseudomonas aeroginusa , Spirilum volutant
-Amfitrik (satu/seberkas flagel di ke2 ujung )
: Spirillum seifem
-Peritrik (flagel di seluruh permukaan tubuh )
: Proteus vulgaris
Jumlah leukosit lebih sedikit
dibandingkan dengan eritrosit. Pada laki-laki dan perempuan dewasa
setiap mm kubiknya darah hanya terdapat kira-kira 4.500 sampai 10.000
jumlah butir. Leukosit mempunyai bentuk bervariasi dan mempunyai ukuran
lebih besar dari eritrosit. Leukosit mempunyai inti bulat dan cekung.
Sel-sel ini dapat bergerak bebas secara amuboid serta dapat menembus
dinding kapiler (diapedesis).
Jenis Leukosit
Leukosit dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu leukosit granulosit ( plasmanya bergranula = basofil
, eosinofil, neutrofil ) dan leukosit agranulosit ( plasmanya tidak
bergranula = limfosit, monosit ). Apa perbedaan kedua jenis leukosit
tersebut? Pelajarilah dalam Tabel 5.3 berikut.
Pembentukan & Fungsi Leukosit
Leukosit dibentuk dalam sumsum
tulang merah, limpa, kelenjar limpa, dan jaringan retikuloendotelium.
Tugas utama leukosit adalah ”memakan” kuman penyakit dan benda-benda
asing lain, seperti bakteri yang ada di dalam tubuh. Oleh sebab itu,
leukosit dikenal sebagai fagosit.
Hitung Leukosit
Hitung
leukosit adalah menghitung jumlah leukosit per milimeterkubik atau
mikroliter darah. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem
pertahanan tubuh, terhadap benda asing, mikroorganisme atau jaringan
asing, sehingga hitung julah leukosit merupakan indikator yang baik
untuk mengetahui respon tubuh terhadap infeksi.
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-lain. Pada
bayi baru lahir jumlah leukosit tinggi, sekitar 10.000-30.000/μl.
Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara
13.000-38.000 /μl. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap
dan pada umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500- 11.000/μl.
Pada keadaan basal jumlah leukosit pada orang dewasa berkisar antara
5000 — 10.000/μl. Jumlah leukosit meningkat setelah melakukan aktifitas
fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/μl. Peningkatan
jumlah leukosit di atas normal disebut leukositosis, sedangkan
penurunan jumlah leukosit di bawah normal disebut lekopenia.
Terdapat
dua metode yang digunakan dalam pemeriksaan hitung leukosit, yaitu cara
automatik menggunakan mesin penghitung sel darah (hematology analyzer) dan cara manual dengan menggunakan pipet leukosit, kamar hitung dan mikroskop.
Cara
automatik lebih unggul dari cara pertama karena tekniknya lebih mudah,
waktu yang diperlukan lebih singkat dan kesalahannya lebih kecil yaitu
± 2%, sedang pada cara manual kesalahannya sampai ± 10%. Keburukan cara
automatik adalah harga alat mahal dan sulit untuk memperoleh reagen
karena belum banyak laboratorium di Indonesia yang memakai alat ini.
Nilai normal leukosit:
Dewasa : 4000-10.000/ µL
Bayi / anak : 9000-12.000/ µL
Bayi baru lahir : 9000-30.000/ µL
Bila jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaan tersebut disebut leukositosis.
Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik.
Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja fisik yang berat,
gangguan emosi, kejang, takhikardi paroksismal, partus dan haid.
Peningkatan
leukosit juga dapat menunjukan adanya proses infeksi atau radang akut,
misalnya pneumonia, meningitis, apendisitis, tuberkolosis, tonsilitis,
dll. Dapat juga terjadi miokard infark, sirosis hepatis, luka bakar,
kanker, leukemia, penyakit kolagen, anemia hemolitik, anemia sel sabit
, penyakit parasit, dan stress karena pembedahan ataupun gangguan
emosi. Peningkatan leukosit juga bisa disebabkan oleh obat-obatan,
misalnya: aspirin, prokainmid, alopurinol, kalium yodida, sulfonamide,
haparin, digitalis, epinefrin, litium, dan antibiotika terutama
ampicillin, eritromisin, kanamisin, metisilin, tetracycline,
vankomisin, dan streptomycin.
Leukopenia
adalah keadaan dimana jumlah leukosit kurang dari 5000/µL darah. Karena
pada hitung jenis leukosit, netrofil adalah sel yang paling tinggi
persentasinya hampir selalu leukopenia disebabkan netropenia.
Penurunan jumlah leukosit dapat terjadi pada penderita infeksi tertentu, terutama virus, malaria, alkoholik, SLE, reumaotid artritis,
dan penyakit hemopoetik(anemia aplastik, anemia perisiosa). Leokopenia
dapat juga disebabkan penggunaan obat terutama saetaminofen,
sulfonamide, PTU, barbiturate, kemoterapi kanker, diazepam, diuretika,
antidiabetika oral, indometasin, metildopa, rimpamfin, fenotiazin, dan
antibiotika.(penicilin, cefalosporin, dan kloramfenikol)
Hitung Jenis Leukosit
Hitung
jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis
leukosit. Terdapat lima jenis leukosit, yang masing-masingnya memiliki
fungsi yang khusus dalam melawan patogen. Sel-sel itu adalah neutrofil,
limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil. Hasil hitung jenis leukosit
memberikan informasi yang lebih spesifik mengenai infeksi dan proses
penyakit. Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif dari
masing-masing jenis sel. Untuk mendapatkan jumlah absolut dari
masing-masing jenis sel maka nilai relatif (%) dikalikan jumlah
leukosit total (sel/μl).
Untuk
melakukan hitung jenis leukosit, pertama membuat sediaan apus darah
yang diwarnai dengan pewarna Giemsa, Wright atau May Grunwald. Amati di
bawah mikroskop dan hitung jenis-jenis leukosit hingga didapatkan 100
sel. Tiap jenis sel darah putih dinyatakan dalam persen (%). Jumlah
absolut dihitung dengan mengalikan persentase jumlah dengan hitung
leukosit, hasilnya dinyatakan dalam sel/μL.
tabel:
Jenis
Nilai normal
Melebihi nilai normal
Kurang dari nilai normal
Basofil
0,4-1%
40-100/µL
inflamasi, leukemia, tahap penyembuhan infeksi atau inflamasi
Umumnya pada keadaan atopi/ alergi dan infeksi parasit
stress, luka bakar, syok, hiperfungsi adrenokortikal.
Neutrofil
55-70%
(2500-7000/µL)
Bayi Baru Lahir 61%
Umur 1 tahun 2%
Segmen 50-65% (2500-6500/µL)
Batang 0-5% (0-500/µL)
Inflamasi,
kerusakan jaringan, peyakit Hodgkin, leukemia mielositik, hemolytic
disease of newborn, kolesistitis akut, apendisitis, pancreatitis akut,
pengaruh obat
Infeksi virus, autoimun/idiopatik, pengaruh obat-obatan
Limfosit
20-40%
1700-3500/µL
BBL 34%
1 th 60%
6 th 42%
12 th 38%
infeksi kronis dan virus
kanker, leukemia, gagal ginjal, SLE, pemberian steroid yang berlebihan
Monosit
2-8%
200-600/µL
Anak 4-9%
Infeksi virus, parasit, anemia hemolitik, SLE< RA
Leukemia limfositik, anemia aplastik
Laju Endap Darah
Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR)
adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku,
dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED
dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan
kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid,
malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan).
Metode
yang digunakan untuk pemeriksaan LED ada dua, yaitu metode Wintrobe dan
Westergreen. Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode
tersebut sebenarnya tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih
dalam batas normal. Tetapi jika nilai LED meningkat, maka hasil
pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang menyakinkan. Dengan metode
Westergreen bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu disebabkan
panjang pipet Westergreen yang dua kali panjang pipet Wintrobe. International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk menggunakan metode Westergreen.
Prosedur pemeriksaan LED yaitu:
Metode Westergreen
o
Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan sampel
darah citrat 4 : 1 (4 bagian darah vena + 1 bagian natrium sitrat 3,2 %
) atau darah EDTA yang diencerkan dengan NaCl 0.85 % 4 : 1 (4 bagian
darah EDTA + 1 bagian NaCl 0.85%). Homogenisasi sampel sebelum
diperiksa.
o Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung Westergreen sampai tanda/skala 0.
o Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari getaran maupun sinar matahari langsung.
o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit.
Metode Wintrobe
o Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah Amonium-kalium oksalat. Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
o Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe menggunakan pipet Pasteur sampai tanda 0.
o Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus.
o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit. Nilai Rujukan
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan
sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri merupakan organisme
mikroskopis yang mempunyai ciri-ciri : tubuh uniseluler, tidak berklorofil,
bereproduksi dengan membelah diri, habitatnya dimana-mana (tanah, air, udara,
dan makhluk hidup), dan aktif bergerak pada kondisi lembab. Beberapa bentuk
bakteri yaitu basil, kokus, dan spirilum. Bentuk-bentuk tersebut dapat
menunjukkan karakteristik spesies bakteri, tetapi bergantung pada kondisi
pertumbuhannya. Hal ini dipengaruhi
oleh keadaan lingkungan, medium, dan bakteri (Edukasi, 2008).
Bakteri bersifat transparan
dan berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Salah satu cara untuk mengetahui struktur, morfologi, dan sifat kimia bakteri
sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau
pewarnaan. Zat warna yang biasa dijadikan untuk mengecat bakteri adalah
methylene blue, basic fuchsin, dan crystal violet. Zat warna ini menghasilkan
in warna (chromophore) yang bermuatan
positif sehingga bakteri yang bermuatan negatif menarik chromophore kationik.
Prinsip dasar dari pewarnaan ini adalah adanya ikatan ion antara
komponen selular dari bakteri dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut
kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya muatan listrik baik pada komponen
seluler maupun pada pewarna. Berdasarkan adanya muatan ini maka dapat dibedakan
pewarna asam dan pewarna basa. Dalam kondisi pH mendekati netral dinding sel
bakteri cenderung bermuatan negatif, sehingga pewarna asam yang bermuatan
negatif akan ditolak oleh dinding sel, maka sel tidak berwarna. Pewarna asam
ini disebut pewarna negatif. Contoh pewarna asam misalnya : tinta cina, larutan
Nigrosin, asam pikrat, eosin dan lain-lain. Pewarnaan basa bisa terjadi pada
1.1.Pengecatan
Tunggal
Tujuan
:
Melihat morfologi
(bentuk susunan) bakteri dengan menggunakan satu macam zat warna
Teori
Dasar
Bakteri bersifat
transparan dan berukuran sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata
telajang. Untuk mengetahui struktur,
morfologi, dan sifat kimia bakteri, kita perlu melakukan pengecatan terhadap
bakteri tersebut.
Berbagai macam tipe morfologi bakteri
(kokus, basil, spirilum, dan sebagainya) dapat dibedakan dengan menggunakan
pewarna sederhana. Istilah ”pewarna sederhana” dapat diartikan dalam mewarnai
sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja. Kebanyakan bakteri
mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena sitoplasmanya bersifat
basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan untuk
pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan
positif). Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi,
peluntur warna , substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna
penutup. Zat warna yang
biasa dijadikan utnuk mengecat bakteri adalah methylene blue, basic fuschin,
dan crystal violet. Semua zat warna ini bekerja baik terhadap bakteri karena
mengahsilkan ion warna (chromophore) yang mempunyai muatan positif. Bakteri
mempunyai muatan negatif sehingga menarik hromophore kationik
Zat warna
digolongkan ke dalam zat warna basa contohnya methylene-blue (methylene+
chloride-) sedangkan zat warna asam yang mempunyai chromophore
anionik cotohnya eosin (sodium+ eosinate-). Chromophore
anionik, eosinate- tidak dapat dipakai mengecat bakteri. Waktu
pengecatan antara 30 detik - 2 menit tergantung pada afinitas zat warna. Suatu
preparat yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer
maka semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan
terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan bakteri tahan asam,
dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies (Dwidjoseputro, 1994).
Kebanyakan bakteri dapat diwarnai dengan
pengecatan sederhana atau pengecatan gram, tetapi beberapa genus anggota dari
genus Mycobakterium, bersifat resisten dan hanya dapat dilihat dengan metode
tahan asam. Karena M. taberculosis dan M. leprae bakteri yang patogenik bagi
manusia, maka pengecatan itu bernilai diagnosa dalam mengidentifikasi
mikroorganisme tersebut. Perbedaan sifat antara mycobacterium dengan
mikroorganisme lainnya adalah dengan adanya suatu dinding tebal yang berlilin
(lipoidal) yang menyebabkan penetrasi oleh zat warna menjadi sulit. Akan
tetapi, apabila zat warna sudah dapat masuk, zat warna terssebut jadi tidak
mudah
1.1.Pengecatan
Spora Bakteri (Metode Klein dan Wirtz)
Tujuan :
Melihat
bentuk spora di dalam sel bakteri.
Teori :
Bakteri
dapat mengubah dirinya dari bentuk vegetative menjadi spora bila keadaan
memburuk. Pada bentuk spora kegiatan bakteri akan berhenti ( dorman atau tidak
melakukan metabolisme dan tidak bereproduksi). Dalam bentuk ini bakteri sangat
resisten dan dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama meskipun lingkungan
dalam keadaan yang kurang baik.
Sifat
spora yang demikian menyebabkan dibutuhkannya perlakuan yang keras untuk
mewarnainya. Berdasarkan letak sporanya dikenal tiga macam letak, yaitu:
sentral, subterminal dan terminal.
Berdasarkan
posisinya bakteri dibedakan atas:
1. Endospora, dibentuk didalam sel itu
sendiri.
Ditengah
sel (sentral). Contoh Bacillus
Cereus.
Di
ujung sel (terminal). Contohnya Clostridium
thuringensis.
Endospora adalah tubuh kecil yang tahan lama
terbentuk didalam sel dan mampu tumbuh menjadi organisme vegetatif yang baru.
1.Eksospora, dibentuk diluar sel. Contoh Streptomyces. Beberapa spesies bakteri menghasilkan spora eksternal, seperti
konidia, yang disangga diujung hifa, suatu filamen vegetatif, pada streptomyces. Proses ini serupa dengan
proses pembentukan spora pada cendawan.
Prosedur
Kerja
Bahan dan
Alat :
1.Biakan murni Bacillus subtilis
2.Zat kimia /
warna carbol fuchsin, methylene blue, malachite green, safranin.
3.Asam sulfat
dan alkohol.
4.Gelas objek,
Ose, dan Tabung reaksi
5.Penangas air,
Termometer
6.Mikroskop
Cara
Kerja :
A.Metode Klein I
1.Campurkan suspensi bakteri dengan carbol fuschin
dalam tabung reaksi dengan perbandingan 1:1.
2.Panaskan dalam penangas air selama10 menit pada
temperatur 80 0 C .
3.Buat film dari campuran suspensi diatas.
4.Celupkan ke dalam asam sulfat selama 1-2 detik.
5.Cuci dengan air, lalu tambahkan methylene blue
selama 3 menit.
6.Cuci dengan air, keringkan dengan kertas saring.
7.Amati dengan perbesaran kuat.
8.Catat dan gambar apa yang terlihat. Spora berwarna
merah sedangkan bentuk vegetatif berwarna biru.
B.Metode Klein II
1.Buat film dari suspensi bakteri
2.Tambahkan carbol fuschin, panaskan sampai keluar uap
. (80 0 C selam 10 menit )..
3.Langkah-langkah selanjutnya sama dengan metode klein
I.
C.Metode Wirtz
1.Buat film dari suspensi bakteri.
2.Tambahkan malachite green, panaskan sampai menguap
kurang lebih selama 2 menit.
3.Cuci dengan air, tambahkan safranin selama 30 detik.
4.Cuci dengan air, keringkan dengan kertas saring.
5.Amati dengan perbesaran kuat.
6.Catat dan amati apa yang terlihat. Spora berwarna
hijau dan badan bakteri berwarna merah muda.
Hasil dan Pembahasan
Metode Klein II
Bacillus
subtilis
Badan vegetative: warna biru
Spora : warna merah muda
sel
vegetatif: bentuk batang
Metode Wirtz
Bacillus
subtilis
Badan vegetative: merah muda
Spora : warna hijau
sel vegetatif: bentuk
batang
Pembahasan
Pada percobaan metode klein II ini, dapat dilihat bahwa
setelah pemberian asam sulfat dan methylene blue di atas, dan diamati di bawah
mikroskop dengan perbesaran 100 X, bakteri Bacillus subtilus memiliki
sel vegetatifnya berbentuk batang dan berwarna biru. Dengan latar sporanya di
luar sel vegetatif, dan warna sporanya itu sendiri adalah merah.
Sel spora bakteri memiliki RNA yang mampu mengikat warna
sehingga tetap mempertahankan warna merah yang diberikan carbol fuchsin.
Sedangkan sel vegetatif tidak mampu mengikat warna merah sehingga sel vegetatif
tidak berwarna. Sel-sel vegetatif baru
berwarna biru setelah di beri zat warna methylene blue.
Sedangkan pada percobaan yang kedua yaitu menggunakan
metode Wirtz juga sama, pada perobaan bakteri yang digunakan adalah Bacillus
subtilis tetapi zat warna yang digunakan adalah malachite green, dan pada
percobaan ini menggunakan zat warna tandingan yaitu safranin. Sehingga setelah
diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 X, menghasilkan sel
vegetatifnya berbentuk seperti batang, dan berwarna merah muda. Latar sporanya
berada di luar sel vegetatif, dengan warna sporanya itu sendiri adalah hijau.
Malachite green merupakan
pewarna yang kuat yang dapat berpenetrasi ke dalam endospora. Setelah perlakuan
malachite green, biakan sel dicuci dengan air lalu ditutup dengan cat safranin.
Teknik ini akan menghasilkan warna hijau pada endospora dan warna merah muda
pada sel vegetatifnya. Saat diwarnai oleh malachite, sel vegetatif dapat
mengikat warna tetapi dapat luntur setelah dilunturkan karena ikatannya tidak
kuat. Setelah pewarnaan selanjutnya dengan safranin, sel vegetatif mudah
mengikat warna kembali. Oleh karena itu, hasil pewarnaan akhir adalah merah
muda dari safranin. B. Subtilis akan berwarna hijau setelah pengecatan. Bacillus
pada umumnya bersifat aerobic. Hal ini berarti B. Subtilis memiliki
endospora. Endospora lebih tahan
lama meski dalam keadaan linghkungan ekstrim seperti kering, panas, atau bahan
kimia yang beracun. Selain itu, endospora juga lebih tahan terhadap pewarnaan.
Sekali berhasil diwarnai, spora sangat sukar untuk melepaskan zat warna
sehingga saat diberi warna dari safranin tetap berwarna hijau karena spora
sudah mengikat malachite dan sulit mengikat warna yang diberikan kemudian.
Bacillus subtilis memiliki endospora yang terletak di subterminal (Ncbi, 2008).
Kesimpulan
·Pada
bakteri Bacillus subtilis dengan
menggunakan metode klein II spora berwarna merah karena diberikan fuchsin,
sedangkan sel vegatatif berwarna biru karena diberikan methylene blue.
·Pada
percobaan yang menggunakan metode Wirtz sel spora berwarna hijau karena
terwarnai oleh malachite green, sedangkan sel vegetatif berwarna merah muda
karena terwarnai oleh safranin.
1.2.Pengecatan
Kapsul Bakteri (Metode Buri-Gins dan Maneval)
Tujuan :
Melihat
keberadaan kapsul bakteri.
Teori :
Pada bagian sebelah luar dari dinding sel beberapa jenis
bakteri terdapat suatu zat semacam lendir atau gum. Karena zat tersebut
mengelilingi bakteri dan menyerupai kapsul, maka struktur demikian disebut
dengan kapsul bakteri.
Struktur
kapsul dapat tipis atau tebal tergantung pada jenis bakteri itu sendiri dan jenis
bahan makanan yang terkandung dalam media atau substrat. Kapsul merupakan
ekskresi dari dinding sel bakteri itu sendiri dan berfungsi untuk melindungi
dirinya..
Adanya kapsul pada bakteri pathogen mempunyai hubungan
erat dengan virulensi bakteri itu sendiri. Bakteri dengan kapsul yang tebal
mempunyai virulensi yang lebih tinggi dari pada bakteri dengan kapsul yang
tipis atau dengan bakteri yang tidak berkapsul sama sekali.
Pengecatan kapsul disebut juga pengecatan negatif, karena
disini yang diwarnai adalah latar belakangnya, sedangkan objeknya sendiri
(kapsul) tidak diwarnai.
Pada metode Burri-Gins dipakai tinta cina untuk mewarnai
latar belakangnya, sedangkan untuk mewarnai badan sel bakteri digunakan
Fuchsin, sehingga badan bakteri menjadi berwarna merah dan kapsulnya didak
berwarna (transparan) pada latar belakang yang hitam.
Pada metode Maneval bakteri diwarnai dengan menggunakan
Congo red, sedangkan untuk mewarnai latar belakangnya diberi cat Maneval. Badan
bakteri akan berwarna merah sedangkan kapsul tidak berwarna pada latar belakang
berwarna hijau.
Bahan dan Alat :
1.Biakan
murni Azotobacter chroococum atau Bacillus subtilis
2.Zat
kimia/warna larutan fuchsin, Congo red, tinta cina, cat maneval,
dan media cair.
3.Gelas
objek, Ose, Lampu spirtus, dan Mikroskop
Cara
Kerja :
A.Metode
Buri-Gins
Bersihkan gelas objek.
Teteskan satu ose suspensi
bakteri di atas gelas objek pada bagian ujungnya.
Teteskan 1-2 ose tinta cina di
dekatnya, lalu campurkan.
Buat preparat hapus dengan
cara mendorong ke depan dengan menggunakan gelas objek lain.
Keringkan di udara.
Tambahkan carbol fuchsin
selama 1-2 menit.
Keringkan dengan kertas
saring.
Amati dengan perbesaran kuat.
Catat
dan amati apa yang terlihat. Kapsul tidak berwarna sedangkan badan bakteri
berwarna merah dengan latar belakang berwarna hitam.
B.Metode
Maneval
Teteskan 2
ose Congo red pada gelas objek.
Ambil 2 ose
suspensi bakteri, lalu mencampurkan dengan congo red tadi. Membuat film
setipis mungkin.
Keringkan
di udara.
Tambahkan
cat Maneval , diamkan selama 1 menit.
Keringkan
dengan kertas saring.
Amati
preparat dengan perbesaran kuat.
Catat dan
gambar apa yang terlihat. Kapsul tidak berwarna sedangkan badan bakteri
berwarna merah dengan latar belakang biru.
Hasil
Pengamatan
Metode Maneval
Bacillus subtilis
Badan bakteri: warna merah
Kapsul: tidak berwarna
Latar belakang: hijau.
Pembahasan
Umumnya tidak semua
bakteri itu memiliki kapsul, sedangkan fungsi kapsul itu sendiri adalah untuk
mendekatkan pada media. Pada percobaan ini, bakteri diberikan setetes sampai 2
tetes tinta cina, setelah itu diberikan karbol fuchsin, dan diamati, sehingga
dihasilkan warna kapsul transparan, sedangkan warna pada badan bakteri tersebut
merah, dengan warna latarnya adalah hitam.
Pewarnaan negatif, metode ini bukan
untuk mewarnai bakteri tetapi mewarnai latar belakangnya menjadi hitam gelap. Pada pewarnaan ini mikroorganisme kelihatan transparan
(tembus pandang). Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel.
Pada pewarnaan ini olesan tidak mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras
dengan bahan-bahan kimia, maka terjadinya penyusutan dan salah satu bentuk agar
kurang sehingga penentuan sel dapat diperoleh dengan lebih tepat (Hadiotomo,
1990).
Sedangkan
pada percobaan dengan meggunakan metode maneval didapat bahwa bakteri setelah
dicampurkan dengan congo red dan diberikan cat maneval. Menyebabkan warna
kapsul transparan, warna badan bakteri merah dengan bentuk bakteri seperti
batang, dan warna latarnya hijau.
Kesimpulan
Pada metode Burri-Gins, tinta cina digunakan sebagai
latar belakangnya, sedangkan untuk mewarnai badan bakteri digunakan
fuchsin, sehingga badan bakteri berwarna merah dan kapsul tidak berwarna
(transparan) pada latar belakang yang hitam.
Pada metode Maneval, untuk mewarnai badan bakteri
digunakan Congo red, sedangkan cat Maneval digunakan sebagai latar belakangnya.
Badan bakteri akan berwarna merah, sedangkan kapsul tidak berwarna pada latar
belakang hijau